Sabtu, 06 Maret 2010

AIR YANG TAK BERSAHABAT

Seperti layaknya api, kecil jadi teman besar jadi lawan. Begitu juga air. Kita pasti mengetahui bersama jika musim penghujan datang warga bersiap-siap menghadapi bencana tahunan yaitu banjir. Karena sudah merupakan hal yang rutin, warga Jakarta sudah memperkirakan apa yang akan dilakukan jika banjir melanda rumah-rumah mereka. Banyak faktor yang menyebabkan sering terjadinya banjir di ibu kota ini. Diantaranya :
1.Curah hujan yang tinggi.
Faktor ini disebabkan oleh alam. Kita tidak dapat memprediksi atau meramal curah hujan yang turun. Menurut pengamatan para ahli, curah hujan tertinggi di Indonesia terjadi selama bulan Februari-Maret, tentunya banjir biasanya terjadi dalam periode ini.
2.Sampah
Saya sering temui anak-anak kecil yang disuruh buang sampah di selokan oleh orang tuanya. Tentunya harapan para pembuang sampah bahwa sampah yang dibuang di selokan itu akan mengalir ke sungai tidak terjadi karena apa yang mereka buang itu malah menambah buruk saluran air yang memang sudah buruk. Begitulah keadaan masyarakat kita. Sampah yang menggunung di sungai sudah menjadi pemandangan biasa.
3.Kurangnya daerah resapan air dan ruang hijau
Jakarta adalah ibu kota Negara. Banyak bangunan tinggi menjulang yang terbuat dari beton dan tentu saja jalan-jalan raya yang pasti terbuat dari aspal. hal-hal ini yang membuat air tergenang karena tidak dapat meresap ke dalam tanah. Begitu juga sedikitnya ruang terbuka hijau. selain untuk keindahan tetapi tujuan utamanya adalah untuk daerah resapan air.

Sebenarnya pihak pemerintah tidak menutup mata dalam masalah ini berbagai usaha sudah dilakukan seperti mengeruk sampah yang mengendap di dasar sungai yang mengakibatkan sungai menjadi dangkal, melarang berdirinya bangunan di pinggiran sungai, dan yang paling mendapat perhatian besar dari publik adalah pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT). Saya kutip dari berbagai sumber Selain berfungsi mengurangi ancaman banjir di 13 kawasan, melindungi permukiman, kawasan industri, dan pergudangan di Jakarta bagian timur, BKT juga dimaksudkan sebagai prasarana konservasi air untuk pengisian kembali air tanah dan sumber air baku serta prasarana transportasi air.

BKT direncanakan untuk menampung aliran Kali Ciliwung, Kali Cililitan, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Daerah tangkapan air (catchment area) mencakup luas lebih kurang 207 kilometer persegi atau sekitar 20.700 hektar. Rencana pembangunan BKT tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2010 Provinsi DKI Jakarta.

BKT akan melintasi 13 kelurahan (2 kelurahan di Jakarta Utara dan 11 kelurahan di Jakarta Timur) dengan panjang 23,5 kilometer. Total biaya pembangunannya Rp 4,9 triliun, terdiri dari biaya pembebasan tanah Rp 2,4 triliun (diambil dari APBD DKI Jakarta) dan biaya konstruksi Rp 2,5 triliun dari dana APBN Departemen Pekerjaan Umum.

Berdasarkan pengamatan saya, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah DKI Jakarta beserta warganya belum mampu berkoordinasi dengan baik dan bekerjasa sam dalam menangani banjir. Seyogyanya kita semua harus berpartisipasi dalam penanganan masalah banjir ini untuk dapat menciptakan lingkungan yang tertib, unggul, indah, bersih dan mandiri diwilayah DKI Jakarta.

Masyarakat jangan hanya bisa menyalahkan pemerintah saja yang tidak disertai masukan-masukan yang dapat menyelesaikan persoalan, tetapi juga masyarakat harus ikut berperan serta membantu pemerintah daerah DKI Jakarta agar dapat mengatasi banjir atau bahkan mencegahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar