Rabu, 11 November 2009

output

innerclass 2

class mobil extends test{
public mobil(){
super("Honda Civic",360,true);
}
public void bunyi(){
System.out.println ("\nngeng...ngeng...ngeng...");
}
public static void main(String[] args){
mobil m = new mobil();
m.cbaKendaraan();
m.bunyi();
}
}

innerclass 2

class mobil extends test{
public mobil(){
super("Honda Civic",360,true);
}
public void bunyi(){
System.out.println ("\nngeng...ngeng...ngeng...");
}
public static void main(String[] args){
mobil m = new mobil();
m.cbaKendaraan();
m.bunyi();
}
}

innerclass

abstract class test {
protected String nama;
protected int kecepatanMaksimal;
protected boolean bisaKencang = false;

public test(String nama, int kecepatan, boolean kencang){
this.nama = nama;
kecepatanMaksimal = kecepatan;
bisaKencang = kencang;
}

public abstract void bunyi();

public static void mogok(){
System.out.println ("ded, ded, ded");
}

public void cbaKendaraan(){
System.out.println ("Nama Kendaraan : " + nama);
System.out.println ("Kecepatan : " + kecepatanMaksimal);
System.out.println ("Bisa kencang engga : " + bisaKencang);
}
}

Minggu, 25 Oktober 2009

PERANAN BAHASA INDONESIA DALAM KONSEP ILMIAH

Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai. Misalnya dalam kalimat “Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita pakai?

Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.

Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.

Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.

Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.

Bahasa adalah kunci untuk membuka khasanah pengetahuan. Hanya dengan bahasalah kita dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun bahasa Indonesia sudah berperan sebagai alat persatuan tetapi belum dapat berperan sebagai pengantar ilmu pengetahuan. Hal tersebut mengharuskan kita menerjemahkan semua buku ilmu pengetahuan di dunia ini ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya informasi ilmiah dalam bahasa Indonesia itu, pasti akan ada kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan yang berarti meningkatkan mutu bahasa indonesia sebagai bahasa ilmiah.

Demikian pula halnya bahwa dewasa ini bahasa indonesia banyak dipergunakan dalam aktivitas keagamaan sebagai alat / sarana komunikasi untuk menginformasikan pesan-pesan keagamaan kepada masyarakat. Hal tersebut sudah terjadi sejak negara maritim Sriwijaya yang beribu kota di Sumatera pernah menjadi pusat pengajian dan penyiaran agama Budha.

Setelah agama islam masuk ke wilayah Asia Tenggara, tak dapat diragukan bahwa bahasa melayu juga ikut memegang peranan penting untuk penyebarannya agama ke daerah-daerah jauh. Demikian pula dengan bangsa Portugis, bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Indonesia, dalam usaha perdagangan dan misinya menyebarkan agama di Kepulauan Maluku, juga menggunakan bahasa Melayu bukan bahasa Portugis dan bukan pula bahasa setempat sebagai bahasa pengantar.

Atas dasar itu, kiranya tidak salah bila disimpulkan bahwa sudah sejak dulu bahasa indonesia atau bahasa melayu menjadi bahasa pengantar bagi penyebaran agama di wilayah Indonesia dan bahkan di wilayah Asia Tenggara.

Pada bahasa indonesia dapat disebutkan kegiatan keagamaan yang menggunakan bahasa indonesia sebagai sarana komunikasi juga sudah ada sejak lama sekali. Adanya mantra-mantra yang sampai sekarang masih dikenal orang, menunjukkan bukti kegiatan itu. Para ahli berpendapat bahwa mantra-mantra itu sudah ada sejak sebelum agama islam datang ke indonesia, bahkan sebelum agama Hindu dan Budha. Mantra-mantra itu diajarkan oleh guru kepada murid, oleh generasi yang satu kepada generasi berikutnya. Tentu saja semuanya masih serba lisan sebab tulisan pada saat itu belum dikenal.

Hal itu menjadi salah satu bukti bahwa pada saat itu bahasa indonesia dipakai sebagai saran komunikasi keagamaan.

Sumber:

http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html

http://www.iphin-kool.co.cc/2009/04/peran-dan-fungsi-bahasa-indonesia-dalam.html

Rabu, 21 Oktober 2009

superclass

class SuperClass

public void ikan() {

System.out.println("Contoh jenis-jenis ikan :");

System.out.println("jenis ikan air tawar ");

System.out.println("jenis ikan air laut");

System.out.println("jenis ikan air payau");}

public static void main(String[] args) {

SuperClass sc = new SuperClass();

sc.ikan();

}

}

subclass

class SubClass extends SuperClass {
public void dipanggil() {
super.ikan();
System.out.println("Contoh jenis-jenis ikan :");
}
public void AirTawar()
{ System.out.println("jenis ikan air tawar: ikan mas, ikan louhan, ikan mujair");
}public void AirLaut()
{ System.out.println("jenis ikan air laut: ikan hiu, ikan lumba-lumba, ikan barakuda");
}public void AirPayau()
{ System.out.println("jenis ikan air payau: ikan lele, ikan bandeng, ikan kakap");}
public static void main(String[]args) { SubClass scs = new SubClass();
scs.dipanggil();
scs.AirTawar();
scs.AirLaut();
scs.AirPayau();}}

encapsulation

public class Encapsulasi {
private String nama;
private int umur;
public int getUmur(){ return umur; }
public String getNama(){ return nama; }
public void setUmur( int newUmur){ umur = newUmur; }
public void setNama(String newNama){ nama = newNama; }}
public class TesEncapsulasi { public static void main(String[] args)

{ Encapsulasi encap = new Encapsulasi();
encap.setNama("Ade setiawan"); encap.setUmur(20);
System.out.println("Nama : " + encap.getNama());
System.out.println("Umur : "+ encap.getUmur()); }}

Jika dijalankan outputnya seperti di bawah ini :
run:
Nama : Ade setiwan
Umur : 20

Sabtu, 17 Oktober 2009

PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Dari sudut pandang linguistika, bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun saat ini dipahami oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia tidak menduduki posisi sebagai bahasa ibu bagi mayoritas penduduknya. Sebagian besar warga Indonesia berbahasa daerah sebagai bahasa ibu. Penutur bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Namun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di surat kabar, media elektronika, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Bahasa Indonesia tergiring menjadi tumbuh liar, tanpa arah yang rentan dan rawan bagi ahli waris generasi 1928. Salah satu pemicunya adalah penggunaan Bahasa Indonesia melalui siaran, baik melalui media radio maupun media televisi. Memang untuk mewujudkan Bahasa Siaran yang standar atau baku seperti mengharapkan limau berduri, karena kemajemukan bangsa Indonesia dan keberagaman dialek Nusantara. Bangsa-bangsa yang sudah maju saja seperti Inggris, Prancis dan Belanda memerlukan waktu yang cukup panjang dalam menetapkan
bahasa lisan baku yang menjadikan lembaga penyiarannya sebagai modal. Konon pula bangsa kita yang sudah 63 tahun merdeka, tetapi sampai kini belum mampu menghasilkan undang-undang kebahasaannya. Karena itulah bahwa kita tumbuh liar terperangkap pada budaya pop dan budaya instan yang globalistis yang maunya serba gampang. Dampaknya Bahasa Indonesia menjadi “terpinggirkan”, kehilangan penghargaan dan apresiasi terutama dari generasi muda.
Diperparah lagi dengan kebijakan pendidikan kita yang membuka kelas-kelas internasional di sekolah-sekolah nasional dengan menjadikan Bahasa Inggris sebagai berhala.

Undan-Undang no. 32 tahun 2002 , tentang Penyiaran pasal 37 menyatakan bahwa Bahasa Pengantar Utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pasal 38 menyatakan bahwa Bahasa Daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan apabila diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu. Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran. Pasal 39 menyatakan bahwa mata acara siaran bahasa asing dapat disiarkan dalam bahasa aslinya dan khusus untuk jasa penyiaran televisi harus diberi teks Bahasa Indonesia atau secara selektif disulihsuarakan ke dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan mata acara tertentu.

Bagaimana penerapan pasal-pasal kebahasaan Undang-Undang Penyiaran tersebut di media, radio dan televisi kita? Simaklah tayangan media TV dan dengarkan siaran media radio kita, ambil contoh yang bersiaran di Jakarta saja. Sudahkah menyelenggarakan siaran yang berbahasa Indonesia yang baik dan benar? Jauh panggang dari api! Tata bahasa belepotan, kosa kata ngaur, kata-kata Bahasa Inggris di berhalakan. Lihat saja judul-judul acara seperti : Headlines News, Breaking News, Today Dialogue, TV election, Metro Debate, Indonesia this Morning, Election up date, Top Nine News (Metro TV), Go Sport (RCTI), Go Show (TPI), Hot Spot (Indosiar), On the Spot, Gossip Girl (trans 7). Top hits, Blues Clues, Fairly old parents (Global), Documentary One, expose, Cover Story (TV one), Good Morning, Insert, Time-Tide (Trans TV). Apakah ini dampak globalisasi, azas komersialisasi atau kemerosotan kebanggaan jati diri berbangsa dan bernegara lembaga penyiaran di Indonesia?

Pembusukan internal terhadap martabat bahasa Indonesia melalui lembaga penyiaran pun tak kalah memprihatinkan. Pribahasa kita menyatakan “Bahasa Menunjukan Bangsa” pribahasa ini tidak harus di makknai sebagai bahasa sebagai “language” melainkan sebagai prilaku yang bermartabat (beharvior). Kosakata vulgar/kasar yang berhamburan dalam program televisi Indonesia menimbulkan dampak dayatarik yang luar biasa, terutama bagi generasi muda kata-kata vulgar ini dikemas dalam program-program non-berita seperti sinetron, infotainment, reality show, Talk show dan program hiburan lainnya. Padahal Komisi Penyiaran Indonesia telah menentapkan peraturan KPI nomor 3 tahun 2007 pasal 13 yang dengan jelas menyatakan bahwa
lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar serta menghina Agama dan Tuhan kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam Bahasa Indonesia, bahasa asing dan bahasa daerah, baik diungkapkan secara verbal maupun non-verbal.

Momenklatur sinetron tidak dikenal pada masa awal eksistensi lembaga penyiaran TV di Indonesia. TVRI satu-satunya lembaga penyiaran TV dalam tahun 1962 hanya mengenal nama Drama Televisi sebagai terjemahan TV play yang dikenal dalam peristilahan program TV internasional. Istilah sinetron sebagai akronim sinema elektronik dikenal setelah merebaknya stasiun-stasiun TV swasta di Jakarta. Progran drama televisi TVRI pada era 1962-1970 disiarkan secara langsung (live program), berbeda dengan sinetron masa kini yang pada umumnya merupakan hasil penyuntingan (editing), sehingga dari segi isi (contents) dan bahasa lebih mudah dikendalikan. Namun kecanggihan teknologi ini malah tidak dimanfaatkan oleh pembuat
produksi sinetron dan oleh lembaga penyiaran yang menyiarkannya.

Terbukti kata-kata kasar/makian/dialog vulgar berhamburan di layar kaca diiringi dengan adegan non-verbal (visual) yang tidak kalah kasarnya. Kata-kata seperti “anjing” , “monyet”, “pantat”, “ diancuk” sudah sangat terbiasa kita dengan melalui sinetron dilengkapi dengan mata melotot, gerakan sadisme, dan darah. Tahun-tahun terakhir ini dibumbui lagi dengan adegan horor lewat sinetron yang tidak kalah sadisnya.

Sumber :

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia.

2. http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/11/13/daya-rusak-terhadap-perkembangan-bahasa-indonesia/

Selasa, 29 September 2009

Class

public class contohClass
{
public static void main(String[] args)

{
int var1;
var1 = 3;
int var2 = 5;
double var3 = 1.99;
boolean var4 = false;
String var5= "Jakarta";
System.out.println(var1);
System.out.println(var2);
System.out.println(var3);
System.out.println(var4);
System.out.println(var5);
}
}

OUTPUT:

Return

public class contohreturn {

public static void main(String args[]) {
boolean t = true;
System.out.println("Ade setiawan.");
if(t) return ;
System.out.println("10107033");
}
}

Output:

Continue

class ContohContinue {
public static void main(String args[]) {
for(int i=0; i<10; i++) { System.out.print(i + " "); if (i%2 == 0) continue; System.out.println(""); } System.out.println("selesai"); } }
Output:

Break

class Break {
public static void main(String args[]) {
int i = 0;
while(i < 100) { if(i == 10) break; System.out.println("i: " + i); i++; } System.out.println("finish"); } }
Output: